Bapakku selalu cemas apabila menghadapi kelahiran seorang cucu. Apa yang paling dicemaskannya? Nama. Nama yang diberikan kepada cucunya oleh ayah dan ibu sang bayi. Kekhawatirannya bermula ketika kakakku memberi nama-nama ’aneh’ untuk anaknya. Jeffry Putra Pertama. Fenny Putri Cantika.
Aku mencoba menemukan nama yang akan menyenangkan hati bapak. Sebuah nama sederhana yang mencerminkan keislaman atau kesundaan. Ketika anak pertamaku lahir, Bapak dengan antusias menanyakan apa nama yang akan diberikan kepada si bayi. Ibnu Ksatria Utama. Untuk anak keduaku, diberikan nama Wulan Setiati. Begitu aku memberitahu nama cucu barunya, Bapak tersenyum dan mengangguk-anggukan kepalanya. Pertanda hatinya berkenan.
Bapak tidak pernah mengajukan nama untuk cucunya. Itu bukan tradisi dalam keluarga ’kebanyakan’ (biasa) di masyarakat Sunda. Nama anak diberikan oleh orang tuanya sendiri. Barangkali berbeda kalau keluarga trah (priyayi) atau kelas atas yang menganggap pemberian nama sebagai upacara penting. Tapi dalam hati Bapakku yang orang biasa, hal ini menjadi suatu perhatian dan penting.
Bapak memberikan nama-nama yang bagus untuk anak-anaknya, tapi merupakan nama-nama sunda yang agak pasaran: Dodi, Tetty, Tita, Dedi, Tia, Diki, dan Dani. Selalu dimulai dengan huruf T untuk perempuan –sesuai nama ibu, Tati– dan huruf D untuk anak laki-laki –sesuai dengan nama bapak, Dudi.
Bapak tidak pernah mengkomentari nama-nama cucunya. Tapi, pertanyaan pertama yang selalu diajukan kepada anak-menantunya saat kelahiran bayi adalah siapa nama yang akan diberikan. Aku memperhatikan mimik wajah Bapak bila nama itu baik atau kurang sreg baginya. Kalau baik, Bapak akan tersenyum. Kalau tidak, Bapak akan terdiam.
Keponakanku selalu tertawa bila kakeknya menyebut namanya. Jepri. Peni. Nama-nama yang sulit disebutkan dengan benar oleh orang Sunda tulen seperti Bapak. Nama sunda ya Pepen atau Apep untuk laki-laki. Pipin untuk perempuan. Kalau ada huruf f maka lidah orang Sunda akan kembali melafalkannya menjadi p. Aku berkomentar: ”Itu nama metropolitan, Abah....”
Bapak biasanya menjawab: ”Kita ini orang Sunda. Ya sebaiknya pakai nama Sunda...”
Jeffry akan menyahut: ”Bapakku Batak, Aki.... Aku Sunda blasteran....”
Aku menggunakan sebutan ’abah’ untuk ayahku. Sebenarnya ’bapak’, tapi aku ingin lebih terkesan ’Sunda metal’ (gaul) dengan menyebutnya ’abah’ di tengah budaya metropolis Bandung yang keluarga Sunda pun sudah menggunakan sebutan papa dan mama. Sedangkan Jefrry menyebut ayahnya dengan ’babeh’, sebutan ’gaul’ ala anak Jakarta. Menurutku sebutan ’abah’ sama kerennya dengan ’babeh’. Begitu juga sebutan ’ambu’ untuk ibuku, sama trendynya dengan sebutan ’enyak’ yang digunakan anak-anak remaja sekarang.
”Enyak gue gak mau ngasih duit buat beli PSP euy”. kata Fenny.
”Babeh gue kesel laptopnya jebol waktu kemarin gue pinjem buat main games.” kata Jeffri yang berumur 13 tahun kalau sedang bercakap-cakap dengan sepupunya.
”Jeff, emak lo bilang lo tukang gonta-ganti hape. Hebat euy, hape bekas lo buat gue dong....” Kata anakku si Ibnu.
”Kan buat tukar tambah, coy....” jawab Jeffry. ”Mana mau si enyak beliin gue hape baru. Aku tukar tambah pake uang jajan tabunganku....”
Wulan, anakku yang berumur 5 tahun ikutan menyahut: ”Pinjem dong hapenya. Mo main games....”
Serentak sepupu-sepupunya menjawab: ”Cumiiii.... Cuma minjem mlulu lo sih....”
Belon tamat.... BERSAMBUNG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar