Seorang perempuan yang menganggap pernikahan sebagai malpraktek sosial, bertemu
dengan pria yang bersedia menjadi kelinci percobaan. Mereka menikah tanpa pesta
yang meriah, hanya menghadap penghulu. Tanpa cincin kawin. Untuk membuktikan
bahwa pernikahan membuat cinta segera berakhir. Lalu mereka akan berpisah yang
tak perlu disesali.
Praktek pernikahan telah membuktikan. Masa pacaran enam tahun, berakhir
dengan pernikahan lima bulan. Masa pacaran tiga tahun, berakhir dengan kejemuan
setelah setahun pernikahan. Pernikahan berakhir pada kelahiran anak pertama
setelah merasa saling mengenal selama masa pacaran dua belas tahun. Akan lebih
banyak lagi pernikahan yang berlangsung seumur hidup dalam kebahagiaan yang
semu.
Terbukti bahwa pernikahan bukan satu-satunya pilihan dalam hidup bagi
perempuan itu. Terbukti bahwa menikahi perempuan yang apriori terhadap pernikahan
itu suatu saat akan berakhir karena pranata sosial yang mulia itu hanya akan
bekerja di atas rasa hormat. Begitulah akhir dari percobaan itu sudah
ditetapkan sejak awal.
***
Perempuan yang mempunyai suami percobaan itu membuat daftar pekerjaannya. Pria
yang menjadi suami percobaan itu membuat daftar pekerjaannya juga. Masing-masing
bekerja dan melakukan berbagai kegiatan seperti semula. Sebelum pernikahan
mereka. Mereka hanya berbagi tugas yang baru karena telah hidup dalam sebuah
rumah yang dibeli bersama dan diurus bersama.
Mereka tetap berteman dan bersahabat dengan teman dan sahabatnya
masing-masing. Mereka hanya menambah teman dan sahabat baru karena teman dan
sahabat perempuan itu menjadi teman dan sahabat suaminya. Dan sebaliknya.
Mereka tadinya tidak memasak tapi membeli masakan. Sekarang mereka memasak
bergantian. Mereka tadinya mencuci bajunya sendiri. Sekarang mereka tetap
mencuci bajunya masing-masing. Mereka hanya menggunakan mesin cuci yang sama.
Perempuan itu memelihara kucing Persia. Suaminya memiliki akuarium. Perempuan
itu membeli sofa mewah dari kulit asli –dengan uangnya sendiri- yang diinginkannya untuk bersantai sambil
membaca buku. Suaminya terkadang menumpang tidur di situ. Suaminya mengkoleksi
miniatur pesawat terbang yang mahal –dengan uangnya sendiri. Perempuan itu menganggapnya pemborosan
tetapi tak mengatakan apa-apa.
Satu-satunya hal mewah yang mereka mau lakukan bersama adalah berbelanja
buku dan peralatan elektronik. Itu pun mereka bisa saling meminjam. Mereka
memiliki peralatan fotografinya masing-masing. Dan itu tidak saling
dipinjamkan.
Mereka sama-sama ingin kamar mandi dengan bath tub yang besar, keran air panas, dan sandaran yang nyaman untuk membaca buku. Merekamembangunnya dengan uang bersama.
Mereka sama-sama ingin kamar mandi dengan bath tub yang besar, keran air panas, dan sandaran yang nyaman untuk membaca buku. Merekamembangunnya dengan uang bersama.
***
Lima tahun telah berlalu. Pernikahan belum berakhir. Perempuan itu merasa
kehilangan bila suaminya bepergian selama seminggu saja. Suaminya menelepon
hampir setiap hari bila ditinggalkan. Perempuan itu menyesal bahwa dirinta tak
sempat menunggui kucing Persianya melahirkan 5 anak-anaknya karena sedang ke
luar negeri. Di telepon, suaminya menceritakan bagaimana ibu kucing itu
berjuang mengeluarkan anak-anaknya satu per satu. Ketika istrinya sedang di
pedalaman Papua, suaminya tidak memberitahu istrinya bahwa ibu kucing itu sakit
dan harus menjalani perawatan dokter hewan. Baru sesudah pulang, kabar itu
disampaikan.
Terkadang suaminya yang bepergian lama. Perempuan itu tak merasa terganggu
bila suaminya menelepon untuk menanyakan keadaan ikan-ikannya. Hampir setiap
hari menelepon untuk menanyakan ikan, baru kemudian tentang istrinya. Dia tak
pernah menanyakan kucing-kucing milik istrinya.
Mereka menonton film baru sambil berpelukan di sofa. Berendam bersama di
dalam bath tub sambil bertukar cerita. Apa yang dialami selama dua minggu
terpisah kota, atau pulau, atau negara. Buku baru yang dibaca. Banyak hal baru yang
dibicarakan.
***
Terkadang perempuan itu melakukan pekerjaan berbulan-bulan di lapangan.
Suaminya di rumah dengan ikan dan kucing-kucingnya. Begitu pun perempuan itu memberi
makan dan menguras akuarium, bila suaminya pergi ke luar kota atau luar negeri.
Suatu hari perempuan itu bertemu dengan seorang pria di dalam jejaring
pekerjaannya. Pria itu menyukainya. Menganggap perempuan itu mempunyai
pernikahan semu yang boleh membuka kesempatan pada kehadiran pria lain. Tapi
perempuan itu tidak membutuhkan pria lain dalam hidupnya. Dia membutuhkan
pembuktian bahwa pernikahannya akan gagal bukan karena adanya pihak ketiga
tetapi karena pernikahan itu sendiri tak berfungsi. Akan berakhir seperti yang
diperkirakannya. Namun ia lupa, bahwa pernikahannya itu dilakukan dengan cara
yang berbeda dengan konsepsi pernikahan yang dimusuhinya.
Dia tidak menjadi istri seperti yang dilakoni ibunya. Perempuan yang
bekerja namun tetap mengutamakan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebagai
kewajibannya. Sehingga justru berperan ganda itu membuat ibunya memikul list
pekerjaan panjang dan seringkali (selalu!) membutuhkan kerja lembur sepanjang
pernikahannya. Sedikit sekali (hampir tak
ada!) kerja domestik yang dialihkan kepada pria, ketika seorang perempuan
bekerja. Bahkan membuat kopi sekalipun!
Dalam kelelahannya, ibunya menjadi "tukang teriak" dan pengomel yang
ucapannya sangat menusuk hati. Sedangkan ayahnya menjadi pria yang tak
acuh dan suka menghindar. Itu yang diingat perempuan itu tentang ayah dan ibunya. Ibunya seorang
guru. Sedangkan ayahnya seorang pegawai pemerintah (birokrat).
***
Ben bertemu dengan Nita ketika menjadi anggota panitia sebuah acara pagelaran
kesenian di kampus. Semua temannya berorganisasi
untuk bisa mengincar gadis-gadis cantik dari fakultas lain, terutama kelompok penari dari fakultas sastra
yang akan ikut mentas. Sedangkan Ben malah mulai memperhatikan mahasiswa
jurusan Antropologi yang berwajah tak acuh itu yang jabatannya sebagai “sie
dokumentasi” dan selalu menyandang tas kamera selama kegiatan. Mahasiwi
Antropologi itu bernama Nita.
Ben pernah membaca puisi yang ditulis Nita di koran kampus, tentang apa
yang menyebabkan pernikahan menjadi lembaga yang “mengerikan” bagi perempuan.
Sebuah pekerjaan kelas dua, bila akan dianggap pekerjaan. Sebuah peran sosial yang
”dimuliakan” dengan cara manipulatif karena sebenarnya tidak mulia karena tidak
pernah berkedudukan sederajat dengan pria dalam pembuatan keputusan keluarga
maupun publik. Sahabat-sahabat Ben selalu mengolok-olok di belakang, siapa yang
akan memacari Nita di antara mereka. Sepertinya, siapa yang tak berhasil
mendapatkan gadis penari yang cantik itu, akan mendapatkan Nita sebagai piala.
Piala kekalahan lelaki dalam memperebutkan perempuan terpopuler. Nita dan
puisinya itu membuatnya menjadi “perempuan yang paling tidak usah dipilih” oleh
lelaki.
Ben menjadi asisten dosen di Jurusan Studi Pembangunan. Sedangkan Nita
menjadi peneliti muda dan asisten dosen di Jurusan Anropologi. Mereka terkadang
bertemu di kantin kampus pusat dan mulai membangun obrolan makan siang.
Nita mengatakan bahwa dia tidak akan menikah. Atau akan menikah dengan pria
yang bersedia menjadi suami percobaannya. Untuk membuktikan pendapatnya bahwa
pernikahan adalah lembaga yang kolot dan tak berfungsi bagi perempuan yang
punya kesadaran tentang nilai kesetaraan dan kemerdekaan. Pernikahan adalah
perbudakan bagi perempuan.
Nita tak menyangka bahwa Ben akan menyatakan bersedia menjadi suaminya.
Maka, menikahlah mereka kemudian. Ben pria yang tak sangat tampan, tetapi dia
tampan bagi Nita karena menjadi “pria tak biasa” yang tidak menolak gagasannya.
Menikah percobaan. Suami percobaan. Istri percobaan. Tak bisa dihindari oleh
Nita, bahwa dia akan jatuh hati pada pria yang tak merasa terusik dengan
komentar sahabat-sahabatnya tentang dia.
Sedangkan Ben pun menyukai Nita karena mereka mempunyai hobi yang sama,
membaca, nonton film, fotografi, dan travelling. Bagi Ben akan sulit mempunyai
pacar atau istri yang tidak dapat menikmati hal yang sama. Ben tidak
membayangkan akan menikah dengan perempuan yang hobinya membuat kue dan memasak
di rumah, sementara dia lebih suka jajan di tempat-tempat yang berbeda. Ben
juga tidak dapat membayangkan bahwa hidupnya akan disibukkan dengan menjadi
orang tua bila menikahi perempuan yang suka sekali hamil dan menjadi ibu rumah
tangga. Artinya Ben tidak lagi bisa melakukan perjalanan dan fotografi yang
menjadi hobinya. Ben akan sibuk mencari nafkah sebagai bapak rumah tangga.
Bagi Ben, tak ada masalah menikah dengan Nita. Ben menghargai perempuan yang sebebas dirinya.
***
Sebagai seorang antropolog, Nita melakukan banyak kerja penelitian. Tetapi
dia tidak pernah selesai dengan pernikahan percobaannya. Nita gagal membuktikan
asumsi-asumsinya. Namun Nita tak keberatan atas kegagalannya itu.
Lima belas tahun telah berlalu, sekarang. Nita dan Ben masih tetap menikmati perjalanan-perjalanannya untuk menemukan pantai di pulau eksotis yang jarang didatangi orang asing. Keindahan menakjubkan yang dimiliki alam Nusantara ini dan sangat sayang bila tak dinikmati.
Mereka masih membaca bersama di sofa mahal Nita yang sudah mulai melepuh karena terlalu sering digunakan. Juga berendam bersama di bath tub yang keramiknya sudah tak semengkilap dulu lagi.
Lima belas tahun telah berlalu, sekarang. Nita dan Ben masih tetap menikmati perjalanan-perjalanannya untuk menemukan pantai di pulau eksotis yang jarang didatangi orang asing. Keindahan menakjubkan yang dimiliki alam Nusantara ini dan sangat sayang bila tak dinikmati.
Mereka masih membaca bersama di sofa mahal Nita yang sudah mulai melepuh karena terlalu sering digunakan. Juga berendam bersama di bath tub yang keramiknya sudah tak semengkilap dulu lagi.
Bagi Nita, pernikahan dengan Ben tak membebaninya. Nita memperbaiki teorinya. Pernikahan adalah lembaga yang buruk bagi pria sebebas Ben. Sama buruk bagi perempuan bebas.
***
Ben dan Nita tak pernah membeli cincin kawin. Mereka adalah partner yang setia.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar