Selasa, 14 September 2010

Ketakutan

***
Anakku tidak paham betapa sedihnya aku melihat dirinya selalu menyendiri di kamar, begitu Ina berbicara di dalam hatinya. Katanya mempunyai hampir seribu teman, tetapi itu semua hanya teman imajiner di facebook. Kalau hari libur, sejak bangun tidur sampai sore selalu berada di hadapan layar monitor.

Salahmu sendiri, cemas. Begitu kata seorang teman Ina di kantor. Mengapa cemas dengan kehidupan sosial yang terhubung oleh udara di antara berbagai penjuru tempat dan belahan bumi. Anak bisa tersesat di jagat maya, masuk ke tempat-tempat yang tak aman seperti situs porno, bertemu dengan phedofilia yang berseliweran dan menghampiri, atau orang-orang jahat anonim yang menjebak pengunjung untuk memasuki blognya yang dipenuhi kata-kata kotor. Bila anak ke luar sana untuk mengunjungi temannya atau bepergian, sama juga anak bisa tersesat di jalan raya, mendapat bahaya, dan bertemu orang jahat di dunia nyata. Orang jahat selalu sengaja datang menghampiri.

Mengapa cemas dengan jalan raya yang semakin padat. Jalan raya memang dipenuhi para pengendara motor yang bengis, para pengendara mobil yang menyalakkan klakson dengan tak sabar, angkot yang berhenti sesuka hati dengan tak peduli membuat motor di belakangnya nyaris menghantamnya, anak-anak jalanan yang lari menyeberang tiba-tiba, dan preman-preman anak tanggung yang teler.

Salahmu sendiri, cemas. Cemas dengan berita-berita ngeri tentang penculikan anak yang tak pandang bulu untuk dijual organ tubuhnya. Cemas dengan pelaku phedofilia yang bisa jadi tetangga sekitar. Cemas dengan harga-harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi. Cemas dengan harga uang yang semakin merosot. Pencurian yang semakin marak. Anak-anak muda pengangguran yang beringas saat setengah mabuk dan harus kita lewati di ujung gang.
***

Setelah sekian lama merenung, Ina mau tidak mau mengatakan pada dirinya bahwa tenggelam dalam rasa cemas, kemudian menjadi rasa takut, dan terus menguat menjadi ketakutan yang menghantui, haruslah dilawan dengan melakukan sesuatu.

Tugas orang tua adalah membekali anak dengan rambu-rambu, pengetahuan, dan juga keberanian untuk menghadapi dunia ini. Entah itu dunia maya maupun dunia nyata. Anak tidak boleh dikurung di dalam wilayah aman yang diproteksi orang tuanya sementara bahaya harus dihadapi di saat anak harus sendiri.

Selalu menjadi pelindung anak hanya akan memudahkan bahaya itu menjadikannya korban karena orang tua tak selalu ada dalam setiap situasi. Anak perlu menghadapi bahaya itu untuk tidak lemah.

Memang sulit dan butuh keberanian. Namun seorang ibu haruslah pemberani dan akan menjadi seorang pejuang demi melindungi anaknya. Akhirnya Ina tidak lagi menunda-nunda tindakan yang harus dilakukannya.
***

Malam hari, Ina mengajak anak lelakinya yang masih SMP untuk bersama-sama melakukan “penjelajahan” (surfing) situs-situs porno. Memahami berbagai jenis situs porno dan bagaimana cara kerja situs-situs porno untuk menawarkan jasanya. Ina mengajak anaknya membicarakan arti pornografi dan bagaimana Indonesia tercatat sebagai salah satu negara pengakses situs porno terbesar di dunia karena belum adanya tindakan perlindungan dari pemerintah. Ina juga menyiapkan pembicaraan tentang dasar hukum pornografi yang dikeluarkan pemerintah, seperti yang telah menjerat 3 artis sinetron, Ariel, Luna dan Cut Tari.

Orang biasa pun dapat terjerat kasus seperti para artis itu. Ina mengajak anaknya memahami bahaya dari kacamata pelanggaran norma dan hukum. Bahaya karena sanksi sosial yang akan membunuh karakter seorang yang melakukan kekhilafan sesaat seperti merekam hubungan intimnya sendiri. Seperti yang dilakukan anak-anak SMA atau mahasiswa yang rekaman videonya beredar di youtube oleh ulah tangan jail yang mungkin temannya sendii. Bahkan ada orang tua pelaku yang jatuh sakit dan masuk rumah sakit atau meninggal karena serangan jantung.

Ina mengatakan pada anaknya bahwa dia hanya akan dibekali dengan kesadaran untuk mempelajari hal-hal baik dan buruk itu sendiri agar bisa mencari jalan yang aman dan bila terpaksa, menyelamatkan diri dari marabahaya. Sebab kejahatan selalu datang menghampiri, bukan menunggu.

Pembicaraan ini dilakukan Ina setelah bersama suaminya memutuskan untuk tidak menghukum anaknya itu ketika menemukan gambar-gambar porno di handphonenya. Ina memberi informasi agar anaknya bersikap terhadap pornografi, ketimbang memberi nasihat-nasihat moral. Apalagi ancaman hukuman.
***

Mimpi buruk Ina seringkali aneh. Tapi Ina tidak pernah berniat untuk menanyakan arti mimpi pada orang bijak. Seorang ustadz yang pandai misalnya.

Suatu ketika Ina bermimpi ngeri tentang serangan kelompok Islam yang menyerbu tempat-tempat yang katanya “kotor”, “rusak”, dan penuh dosa. Mungkin ini karena berita-berita tentang kerusuhan seringkali ditandai dengan atribut jubah dan sorban.

Pernah juga Ina bermimpi tentang gempa yang membelah jalan. Kemudian lebah berdengung bagaikan kabut hitam di atas langit. Ternyata seorang pria dengan sihir hitam (black magic) yang mengendalikan bencana yang sedang terjadi. Manusia berlarian dikejar-kejar maut. Air bah dan longsoran batu dan tanah. Ah, mungkin karena seringnya berita-berita banjir, longsor, dan gempa di tanah air ini.

Sihir? Terkadang Ina terheran-heran dengan kata-kata itu. Sebagai orang berpendidikan, lahir dan dibesarkan di kota, Ina merasa kata-kata itu berasal dari jaman batu. Tetapi sihir adalah kata yang biasa bagi masyarakat Indonesia. Seorang sepupunya yang sama seperti Ina, sarjana dan dibesarkan di kota, mengatakan bahwa pernikahan sepupu mereka yang lain dengan seorang perempuan kelas bawah dan berasal dari keluarga yang “mengerikan” itu karena kena “guna-guna” (sihir).

Fragmen-fragmen cerita tragedi di antara keluarga, teman atau kenalannya tidak setiap kali terhubung dengan kata “guna-guna”. Namun cerita guna-guna dari orang yang irihati, pesaing, atau punya niat-niat jahat lainnya bukan juga hal asing di masyarakat kota sekali pun.

Tetap saja Ina tak percaya air putih yang telah diberi doa oleh ustadz yang pandai untuk menolak mantra jahat.
***

Ina tertarik untuk memperhatikan wawancara seorang pembawa berita TV kepada Ki Gendeng Pamungkas tentang praktek “sihir” yang dilakukan oleh kawanan perampok toko. Pemilik toko dan para pelayan menyerahkan uang di laci kasir dan barang-barang kepada para rampok yang menggunakan “sihir” itu.

Ketika kakak perempuannya menelpon dan menceritakan perkataan ustadznya bahwa pada raut wajah sang kakak tergambar “kekosongan” yang disebabkan mantra gaib, Ina mengernyitkan keningnya. “Ustadz mengatakan bahwa suamiku melakukan sesuatu agar aku merasa kosong,” kata Ita, kakak perempuan Ina. “Aku menjadi tak punya perasaan apa-apa terhadap suamiku....

Pernikahan yang sudah tak punya perasaan apa-apa. Istri yang sudah tak punya rasa cemburu dan tak peduli bila suaminya mempunyai WIL kalau saja tidak disertai kemerosotan ekonomi keluarga. Apakah itu karena mantra (sihir) jahat? Ina tidak membantah kakak perempuannya yang tidak pernah bisa dibantah.

Cemas suami diam-diam telah melakukan poligami. Cemas anak tidak bisa kuliah karena biayanya yang begitu mahal. Takut bukan terhadap masa depan tapi bahkan bulan depan dengan maraknya PHK. Takut akan kekejaman jalan raya. Panik akan pengelola situs-situs porno yang pro aktif mengunjungi facebook anak kita, mengirimi email, dan bahkan mengirimi SMS setelah berhasil menjebak untuk mendapatkan nomor handphone dengan iming-iming unduh sebuah games. Takut bahwa kemerosotan ekonomi keluarga merupakan bencana yang dialaminya sendiri di antara sukses dan gelimang keberhasilan materi orang lain.

Cemas dan takut yang menjadi tekanan bathin. Tekanan yang mencari jalan amarah. Amarah yang menjadi ketakpedulian. Ketakpedulian yang menjadi keterasingan. Kehampaan. Ketidakbahagiaan. Cinta tak bersisa.

Apakah itu akibat mantra jahat seorang suami pada istrinya sendiri?
***

Ina mengalami mimpi-mimpi buruk. Wajah kakaknya yang terkena guna-guna bagaikan topeng tanpa daging. Sementara wajah ustadznya sedang komat-kamit membacakan doa. Wajah lain, setan yang lebih kuat itu terbahak-bahak menertawakan orang lemah dan bodoh yang menjadi musuhnya. Ina terbangun dari mimpinya. Sialan, seharusnya hanya dengan satu surat yang dibacakan saja, setan jahat itu terbakar api dan lari terbirit-birit. Gerutu Ina.

Suatu ketika mimpinya berada di sebuah tempat. Pria-pria tampan bertubuh tegap dengan otot-otot yang terlatih di tempat bodybuilding, telanjang bulat sambil berbincang satu sama lain dan minum sesuatu dari gelas bertangkai. Penis-penis mereka besar sekali. Ketika Ina terbangun, Ina menggeleng-gelengkan kepala karena gambar pria-pria di situs porno yang telah dlihatnya bersama anaknya itulah yang muncul dalam mimpinya. Wow, bagaimana mungkin benda itu bisa sebesar itu.

Mimpi lainnya adalah sebuah kerumunan besar dengan wajah-wajah hitam, pakaian serba hitam, tetapi rambut berwarna merah dengan gaya mohawk. Wajah-wajah mereka semakin besar dan dekat seperti pengambilan gambar dengan wide lens, kemudian mereka meludah ke arah kamera. Ina terbangun dan menjadi geram. Membayangkan dirinya berubah menjadi wanita Rambo yang bisa menghajar kumpulan anak-anak jahat itu yang pernah meludahi beramai-ramai ke mobilnya ketika sedang lewat di jalan Asia Afrika.
***

Ina seorang pegawai bank dan ibu rumah tangga yang tidak berfikir politik. Tidak golput. Tidak pula punya penilaian tentang pemerintahan SBY.

Ina hanya berkomentar sebagai seorang warga biasa -yang berpendidikan tinggi- tentang konflik Indonesia dan Malaysia. Ina lebih kesal terhadap cara diplomasi Indonesia sendiri ketimbang kekurangajaran Malaysia. Sedang Yuk Karti, pembantunya, tak henti-hentinya menyatakan kegelisahannya dan mengomeli para demonstran anti Malaysia karena adik lelaki bungsunya menjadi TKI di sana.

Kerusuhan Priok dan pembunuhan wartawan di Ambon bagi Ina adalah situasi negeri yang terasa jauh dari kehidupannya, tetapi juga dekat. Sebab konflik juga pernah merebak di lingkungan pemukimannya ketika sebuah gereja “kecil” hendak dibangun, tetapi kemudian diredam dengan dibangunnya juga sebuah mesjid yang “besar” oleh para donatur gereja, tidak jauh dari gereja tersebut. Untuk ukuran yang sama, bagi gereja menjadi “kecil” sedangkan bagi mesjid menjadi “besar”.

Ina memperhatikan ucapan Effendi Ghozali di sebuah stasiun TV: “Saat ini pemerintah sedang absen. Capek kita memperhatikan (mengkritik) mereka. Lebih baik masyarakat yang membangun solidaritas bersama....”

Ina mencoba mengerti apa hubungan antara pemerintah yang absen dengan ketakutan dalam hidupnya. Sebuah sikap alamiahnya bila terjadi sesuatu dan sesuatu yang lain juga terjadi kemudian menjadikan sesuatu kejadian lagi, adalah mencari tahu apakah keterkaitannya?

Agar anak-anaknya terlindungi dari kejahatan cyber, orang tua memiliki tugas yang berkaitan dengan jagat maya ini. Sedang pemerintah melakukan apa?
***

Apakah keterkaitan antara mantra jahat kepada kakak perempuannya dengan kemerosotan ekonomi keluarga itu. Barangkali pendapatan sang suami telah terbagi ke tempat lain. Ataukah kecemasan kakak perempuannya tentang istri lain yang disembunyikan telah merasuki pikirannya. Kenyataan dan imajinasi menjadi tak dapat dibedakan.

Kemudian sihir pun bisa merasuki pikiran yang melayang-layang. Ketakutan memudahkan pikiran kita tersihir oleh setan jahat yang menaklukkan spirit kita. Begitu Ina mencoba memahaminya.

Ki Gendeng Pamungkas –sebagai ahli yang dimintai pendapat oleh pembawa berita TV tentang kasus perampokan sihir itu- mengatakan bahwa hanya orang yang punya rasa humor yang tidak mempan dengan black magic.

Ina tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan itu.
***

Tidak ada komentar: