Senin, 17 Oktober 2011

Suami Percobaan


Seorang perempuan yang menganggap pernikahan sebagai malpraktek sosial, bertemu dengan pria yang bersedia menjadi kelinci percobaan. Mereka menikah tanpa pesta yang meriah, hanya menghadap penghulu. Tanpa cincin kawin. Untuk membuktikan bahwa pernikahan membuat cinta segera berakhir. Lalu mereka akan berpisah yang tak perlu disesali.

Praktek pernikahan telah membuktikan. Masa pacaran enam tahun, berakhir dengan pernikahan lima bulan. Masa pacaran tiga tahun, berakhir dengan kejemuan setelah setahun pernikahan. Pernikahan berakhir pada kelahiran anak pertama setelah merasa saling mengenal selama masa pacaran dua belas tahun. Akan lebih banyak lagi pernikahan yang berlangsung seumur hidup dalam kebahagiaan yang semu.

Terbukti bahwa pernikahan bukan satu-satunya pilihan dalam hidup bagi perempuan itu. Terbukti bahwa menikahi perempuan yang apriori terhadap pernikahan itu suatu saat akan berakhir karena pranata sosial yang mulia itu hanya akan bekerja di atas rasa hormat. Begitulah akhir dari percobaan itu sudah ditetapkan sejak awal.
***

Perempuan yang mempunyai suami percobaan itu membuat daftar pekerjaannya. Pria yang menjadi suami percobaan itu membuat daftar pekerjaannya juga. Masing-masing bekerja dan melakukan berbagai kegiatan seperti semula. Sebelum pernikahan mereka. Mereka hanya berbagi tugas yang baru karena telah hidup dalam sebuah rumah yang dibeli bersama dan diurus bersama.

Mereka tetap berteman dan bersahabat dengan teman dan sahabatnya masing-masing. Mereka hanya menambah teman dan sahabat baru karena teman dan sahabat perempuan itu menjadi teman dan sahabat suaminya. Dan sebaliknya.

Mereka tadinya tidak memasak tapi membeli masakan. Sekarang mereka memasak bergantian. Mereka tadinya mencuci bajunya sendiri. Sekarang mereka tetap mencuci bajunya masing-masing. Mereka hanya menggunakan mesin cuci yang sama.

Perempuan itu memelihara kucing Persia. Suaminya memiliki akuarium. Perempuan itu membeli sofa mewah dari kulit asli –dengan uangnya sendiri-  yang diinginkannya untuk bersantai sambil membaca buku. Suaminya terkadang menumpang tidur di situ. Suaminya mengkoleksi miniatur pesawat terbang yang mahal –dengan uangnya sendiri. Perempuan itu menganggapnya pemborosan tetapi tak mengatakan apa-apa.

Satu-satunya hal mewah yang mereka mau lakukan bersama adalah berbelanja buku dan peralatan elektronik. Itu pun mereka bisa saling meminjam. Mereka memiliki peralatan fotografinya masing-masing. Dan itu tidak saling dipinjamkan.

Mereka sama-sama ingin kamar mandi dengan bath tub yang besar, keran air panas, dan sandaran yang nyaman untuk membaca buku. Merekamembangunnya dengan uang bersama.
***

Lima tahun telah berlalu. Pernikahan belum berakhir. Perempuan itu merasa kehilangan bila suaminya bepergian selama seminggu saja. Suaminya menelepon hampir setiap hari bila ditinggalkan. Perempuan itu menyesal bahwa dirinta tak sempat menunggui kucing Persianya melahirkan 5 anak-anaknya karena sedang ke luar negeri. Di telepon, suaminya menceritakan bagaimana ibu kucing itu berjuang mengeluarkan anak-anaknya satu per satu. Ketika istrinya sedang di pedalaman Papua, suaminya tidak memberitahu istrinya bahwa ibu kucing itu sakit dan harus menjalani perawatan dokter hewan. Baru sesudah pulang, kabar itu disampaikan.

Terkadang suaminya yang bepergian lama. Perempuan itu tak merasa terganggu bila suaminya menelepon untuk menanyakan keadaan ikan-ikannya. Hampir setiap hari menelepon untuk menanyakan ikan, baru kemudian tentang istrinya. Dia tak pernah menanyakan kucing-kucing milik istrinya.

Mereka menonton film baru sambil berpelukan di sofa. Berendam bersama di dalam bath tub sambil bertukar cerita. Apa yang dialami selama dua minggu terpisah kota, atau pulau, atau negara. Buku baru yang dibaca. Banyak hal baru yang dibicarakan.
***

Terkadang perempuan itu melakukan pekerjaan berbulan-bulan di lapangan. Suaminya di rumah dengan ikan dan kucing-kucingnya. Begitu pun perempuan itu memberi makan dan menguras akuarium, bila suaminya pergi ke luar kota atau luar negeri.

Suatu hari perempuan itu bertemu dengan seorang pria di dalam jejaring pekerjaannya. Pria itu menyukainya. Menganggap perempuan itu mempunyai pernikahan semu yang boleh membuka kesempatan pada kehadiran pria lain. Tapi perempuan itu tidak membutuhkan pria lain dalam hidupnya. Dia membutuhkan pembuktian bahwa pernikahannya akan gagal bukan karena adanya pihak ketiga tetapi karena pernikahan itu sendiri tak berfungsi. Akan berakhir seperti yang diperkirakannya. Namun ia lupa, bahwa pernikahannya itu dilakukan dengan cara yang berbeda dengan konsepsi pernikahan yang dimusuhinya.

Dia tidak menjadi istri seperti yang dilakoni ibunya. Perempuan yang bekerja namun tetap mengutamakan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebagai kewajibannya. Sehingga justru berperan ganda itu membuat ibunya memikul list pekerjaan panjang dan seringkali (selalu!) membutuhkan kerja lembur sepanjang pernikahannya.  Sedikit sekali (hampir tak ada!) kerja domestik yang dialihkan kepada pria, ketika seorang perempuan bekerja. Bahkan membuat kopi sekalipun!  Dalam kelelahannya, ibunya menjadi "tukang teriak" dan pengomel yang ucapannya sangat menusuk hati. Sedangkan ayahnya menjadi pria yang tak acuh dan suka menghindar. Itu yang diingat perempuan itu tentang ayah dan ibunya. Ibunya seorang guru. Sedangkan ayahnya seorang pegawai pemerintah (birokrat).
***

Ben bertemu dengan Nita ketika menjadi anggota panitia sebuah acara pagelaran kesenian di kampus.  Semua temannya berorganisasi untuk bisa mengincar gadis-gadis cantik dari fakultas lain,  terutama kelompok penari dari fakultas sastra yang akan ikut mentas. Sedangkan Ben malah mulai memperhatikan mahasiswa jurusan Antropologi yang berwajah tak acuh itu yang jabatannya sebagai “sie dokumentasi” dan selalu menyandang tas kamera selama kegiatan. Mahasiwi Antropologi itu bernama Nita.

Ben pernah membaca puisi yang ditulis Nita di koran kampus, tentang apa yang menyebabkan pernikahan menjadi lembaga yang “mengerikan” bagi perempuan. Sebuah pekerjaan kelas dua, bila akan dianggap pekerjaan. Sebuah peran sosial yang ”dimuliakan” dengan cara manipulatif karena sebenarnya tidak mulia karena tidak pernah berkedudukan sederajat dengan pria dalam pembuatan keputusan keluarga maupun publik. Sahabat-sahabat Ben selalu mengolok-olok di belakang, siapa yang akan memacari Nita di antara mereka. Sepertinya, siapa yang tak berhasil mendapatkan gadis penari yang cantik itu, akan mendapatkan Nita sebagai piala. Piala kekalahan lelaki dalam memperebutkan perempuan terpopuler. Nita dan puisinya itu membuatnya menjadi “perempuan yang paling tidak usah dipilih” oleh lelaki.

Ben menjadi asisten dosen di Jurusan Studi Pembangunan. Sedangkan Nita menjadi peneliti muda dan asisten dosen di Jurusan Anropologi. Mereka terkadang bertemu di kantin kampus pusat dan mulai membangun obrolan makan siang.

Nita mengatakan bahwa dia tidak akan menikah. Atau akan menikah dengan pria yang bersedia menjadi suami percobaannya. Untuk membuktikan pendapatnya bahwa pernikahan adalah lembaga yang kolot dan tak berfungsi bagi perempuan yang punya kesadaran tentang nilai kesetaraan dan kemerdekaan. Pernikahan adalah perbudakan bagi perempuan.

Nita tak menyangka bahwa Ben akan menyatakan bersedia menjadi suaminya. Maka, menikahlah mereka kemudian. Ben pria yang tak sangat tampan, tetapi dia tampan bagi Nita karena menjadi “pria tak biasa” yang tidak menolak gagasannya. Menikah percobaan. Suami percobaan. Istri percobaan. Tak bisa dihindari oleh Nita, bahwa dia akan jatuh hati pada pria yang tak merasa terusik dengan komentar sahabat-sahabatnya tentang dia.

Sedangkan Ben pun menyukai Nita karena mereka mempunyai hobi yang sama, membaca, nonton film, fotografi, dan travelling. Bagi Ben akan sulit mempunyai pacar atau istri yang tidak dapat menikmati hal yang sama. Ben tidak membayangkan akan menikah dengan perempuan yang hobinya membuat kue dan memasak di rumah, sementara dia lebih suka jajan di tempat-tempat yang berbeda. Ben juga tidak dapat membayangkan bahwa hidupnya akan disibukkan dengan menjadi orang tua bila menikahi perempuan yang suka sekali hamil dan menjadi ibu rumah tangga. Artinya Ben tidak lagi bisa melakukan perjalanan dan fotografi yang menjadi hobinya. Ben akan sibuk mencari nafkah sebagai bapak rumah tangga.

Bagi Ben, tak ada masalah menikah dengan Nita. Ben menghargai perempuan yang sebebas dirinya.
***

Sebagai seorang antropolog, Nita melakukan banyak kerja penelitian. Tetapi dia tidak pernah selesai dengan pernikahan percobaannya. Nita gagal membuktikan asumsi-asumsinya. Namun Nita tak keberatan atas kegagalannya itu.

Lima belas tahun telah berlalu, sekarang. Nita dan Ben masih tetap menikmati perjalanan-perjalanannya untuk menemukan pantai di pulau eksotis yang jarang didatangi orang asing. Keindahan menakjubkan yang dimiliki alam Nusantara ini dan sangat sayang bila tak dinikmati.

Mereka masih membaca bersama di sofa mahal Nita yang sudah mulai melepuh karena terlalu sering digunakan. Juga berendam bersama di bath tub yang keramiknya sudah tak semengkilap dulu lagi.

Bagi Nita, pernikahan dengan Ben tak membebaninya. Nita memperbaiki teorinya. Pernikahan adalah lembaga yang buruk bagi pria sebebas Ben. Sama buruk bagi perempuan bebas.
***

Ben dan Nita tak pernah membeli cincin kawin. Mereka adalah partner yang setia.
***

Tidak ada komentar: